SUSAHNYA MENGURUS IMB
- Kategori Induk: PROPERTY & REFERENSI BISNIS
- Diperbarui: Senin, 26 Oktober 2015 08:53
- Ditayangkan: Jumat, 20 Maret 2009 21:34
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 4999
- 20 Mar
“Biaya siluman yang tinggi dan birokrasi yang berbelit-belit, karena masyarakat masih mengurus melalui calo,” ungkap Djumhana Tjakrawiralaksana, Kepala Dinas Penataan Bangunan dan Pengawasa (P2B) DKI Jakarta. Ia menghimbau agar masyarakat mau mengurus sendiri perijinan tanpa melalui calo dengan datang langsung ke loket Sudin P2B yang tersedia di lima wilayah DKI.
Ia membantah prosedur pembuatan IMB yang berbelit-belit. Asalkan tanahnya berstatus setifikat, sang pemilik bisa langsung mengajukan permohonannya ke Dinas Tata Kota untuk mendapatkan Keterangan Rencana Kota atau KRK. Sedangkan KRK dapat diajukan di kantor Tata Kota di kecamatan setempat.
Setelah itu, surat permohonan yang ada dilengkapi gambar bangunan. Jika renovasi, gambar bangunan meliputi bangunan yang sudah ada dan bangunan baru yang akan didirikan. “Setelah lengkap, permohonan mendapatkan IMB bisa langsung diajukan di tingkat kecamatan,” jelasnya lagi.
Walau prosedur terkesan gampang. Disisi lain pengurusan IMB juga menyita waktu. Tidak jarang memakan waktu berhari-hari. leh karena itu, budaya memakai jasa calo masih berjalan hingga sekarang.
Selain itu, masih pula kita dengar pengelola bangunan yang mempermaikan izin bangunan. Umumnya luas tanah dan luas bangunan yang di kotak-katik untuk mendapatkan IMB. Praktek dilapangan pun lebih menyeramkan lagi. Sejumlah oknum pengelola terkadang bermain belakang dengan aparat setempat.
Di Jakarta Timur tahun 2007 lalu, Sudin P2B menertibkan lebih dari 50 bangunan yang bermasalah. Mereka biasanya tidak mempunyai izin resmi untuk membangun. “masih banyak masyarakat sadar hukum, namun masih banyak yang lalai untuk melaksanakannya. Kami tidak segan-segan untuk membongkarnya,” ujar John Jefferson SH, Kabag Humas dan Protokol Kodya Jakarta Timur.
Lanjut John, pengurusan IMB tidak berbelit-belit dan hanya memakan waktu 10 hari kerja saja. memakan waktu hingga berbulan-bulan. Sedangkan untuk biayanya, untuk rumah dengan ukuran 100 m2 ke bawah hanya dikenakan biaya Rp400 per m2. untuk ukran diatas 100 m2 hingga 200 m2 biayanya Rp3.000 per m2. sedangkan untuk luasan yang lebih dari itu, biayanya sebesar Rp6.000 per m2.
Pihak Sudin Jakarta Timur, selama bulan Januari hingga Agustus 2007 telah menerbitkan 1.645 surat IMB. Jumlah tersebut turun dibanding tahun 2006nya yang mencapai 1.703 berkas.
Yang jadi persoalan, dari sekian banyak rumah yang ada di Jakarta atau sekitar 1,5 juta, paling yang memiliki IMB hanya 25 persennya saja. Dengan kata lain, 75 persen rumah yang ada di Jakarta identifikasi sebagai bangunan liar, dan secara hukum layak untuk di gusur.
Diduga, rumah tersebut yang tidak ber- IMB tadi dibuat dengan tidak memperhatikan etika lingkungan dan aspek sosialnya. Sehingga sering terjadi penggusuran oleh aparat setempat.
IMB masih dianggap sebagai instrument yang menakutkan bagi sebagian warga. Mereka menganggap instrument seperti IMB mengekang kreatifitas dan harapan mereka untuk tetap hidup sebagai warga negara.
Untuk megantisipasi hal diatas, Pemda DKI telah mengambil tiga langkah yang dinilai mampu meghilangkan pemikiran bahwa mengurus surat izin apapun jenisnya, tidak harus repot dan mubazir.
Pertama, menghentikan praktek ‘jual-beli’ surat IMB. Kedua, harus ada review mengenai regulasi tata guna lahan, khususnya soal jual-beli tanah di Jakarta. Karena, di DKI kini jual-be;I tanah sangat variatif, tidak hanya bicara ribuan meter, tapi banyak juga yang hanay mencapai 30-50 m2. dengan patokan seperti itu, agak sulit untuki menerapkan prinsip 70:30.
Terakhir, harus ada terobosan yang radikal agar 75 persen rumah diwilayah DKI segera mempunyai IMB. Seperti memberikan kemudahan dan segera menghapuskan birokrasi yang dinilai sangat menyusahkan dan membingunkan masyarakat.
Lain lagi cerita di wilayah Jakarta Selatan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari pendapatan restribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai dengan Surat Ketetapan Restribusi Daerah (SKRD) terus ditingkatkan dengan cara mencari terobosan-terobosan baru dengan cara menertibkan bangunan yang tidak memiliki IMB maupun izin penggunaan bangunan (IPB) yang telah habis masa berlakunya.
Menurut Suharsono Kasudin P2B Jaksel, penerimaan restribusi IMB tahun 2008 ditargetkan sebesar Rp. 25 miliar dan hingga bulan Juni sudah tercapai sebesar Rp. 21,6 miliar atau 86 persen dari target yang ditentukan.
“Melihat upaya yang telah dilakukan hasilnya cukup menggembirakan, hingga bulan Juni saja (satu semester) sudah tercapai sebesar 86 persen. Saya optimis retribusi tahun 2008 akanmelebihi target,” katanya, Rasa optimis dapat melebihi target penerimaan restribusi IMB, tambah dia bukan tanpa alasan. Karena penerimaan tahun lalu (2007) dapat melampui target sebesar Rp. 265 persen atau 37,5 miliar dari target sebesar Rp. 14,1 miliar.
“Keberhasilan ini berkat kerja keras di semua lini dan dibantu masing-masing kecamatan yang telah melayani perizinan warga di wilayahnya,” jelasnya. “Dalam satu hari warga yang datang mengurus IMB sekitar 5-10 orang,” imbuhnya.
Penerimaan restribusi IMB selama satu semester, bulan Januari sebesar Rp. 1,671 miliar (80 persen), bulan Februari sebesar RP. 5, 851 M (280 persen), bulan Maret Rp. 843,277 juta, bulan April sebesar Rp. 1,6 M, bulan Mei Rp. 7,252 M dan bulan Juni sebesar Rp. 4,379 miliar.
Secara keseluruhan, Penerimaan retribusi izin mendirikan bangunan (IMB) DKI Jakarta hingga Mei 2008 baru mencapai 32%, jauh lebih kecil daripada capaian tahun lalu yang bahkan mencapai lebih dari 40% pada kuartal I saja.
“Tahun lalu, kita sudah lebih di atas 40% pada kuartal I. Sedangkan tahun ini baru sekitar 32% senilai Rp37,50 miliar dari target yang ditetapkan APBD 2008 Rp120 miliar hingga pertengahan tahun,” kata Kepala Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan DKI Hari Sasongko, kemarin.
Realisasi penerimaan retribusi IMB sampai dengan akhir 2007 sendiri mencapai Rp161,75 miliar, atau 177,01% dari target penerimaan Rp91,38 miliar. Pencapaian itu disebabkan beberapa faktor a.l. penyederhanaan administrasi dan percepatan proses pelayanan.
Selain itu, juga peningkatan sosialisasi dan penyuluhan tentang persyaratan permohonan IMB dan peningkatan pengawasan kegiatan pembangunan yang disertai tindakan tegas ke pemilik bangunan yang tidak ber-IMB.
Hari menjelaskan perlambatan penerimaan retribusi IMB pada 2008 disebabkan menurunnya volume pembangunan di Ibu Kota. Untuk meningkatkan angka itu, Dinas P2B akan memperketat pengawasan perizinan bangunan.
Beberapa langkah-langkah yang akan dilakukan a.l. mengevaluasi IMB yang pernah dikeluarkan sebelumnya dan meningkatkan potensi penerimaan retribusi dari sisi perpanjangan izin berjangka bangunan yang ada di Jakarta.
Upaya lainnya, sambungnya, adalah menjalin kerja sama dengan PLN terkait pemberian izin baru. “Beberapa waktu lalu Wagub telah menyurati PLN agar tidak mengaliri listrik ke bangunan yang tidak ber-IMB, namun sampai sekarang surat itu belum mendapat respons.”
Untuk pokok yang sama, kerja sama juga akan digalang dengan PDAM Jaya selaku pemasok air bersih di DKI. Upaya memaksa dengan menggandeng instansi lain itu dilakukan tidak lain untuk membangun kesadaran warga mengajukan IMB.
Mencapai 30%
Hari mengungkapkan hingga kini bangunan di DKI tidak ber-IMB masih sekitar 30%. Angka ini relatif tidak berubah apabila dibandingkan dengan situasi dalam tiga tahun terakhir. Namun, saat ini telah terjadi pergeseran lokasi-lokasi bangunan tidak ber-IMB.
“Sekarang, mayoritas bangunan tidak ber-IMB itu ada di Jakarta Utara dan beberapa kawasan kumuh. Umumnya, bangunan itu didirikan di atas lahan yang peruntukannya bukan untuk bangunan melainkan untuk peruntukan lain seperti ruang terbuka.”
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Sayogo Hendrosubroto (F-PDIP) meminta Dinas P2B untuk memperketat pemberian IMB agar pendirian bangunan yang menyalahi peruntukan di Ibu Kota bisa diminimalisasi.
Menurut dia, Dinas P2B juga harus berkoordinasi dengan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) untuk pengawasan pemenuhan Amdal (analisa mengenai dampak lingkungan) yang selama ini masih kurang dicermati.
“Hal ini sangat penting karena banyak sekali bangunan di Jakarta yang lahannya dibangun tidak sesuai dengan peruntukan dan menyalahi amdal. Paling tidak, Dinas P2B harus bisa menurunkan bangunan tidak ber-IMB yang masih bertahan 30%.”(yud)