Properti Pasca Krisis AJANG PertaAruhanAN Prestise
- Kategori Induk: PROPERTY & REFERENSI BISNIS
- Diperbarui: Senin, 26 Oktober 2015 08:53
- Ditayangkan: Selasa, 20 April 2010 17:21
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 2051
- 20 Apr
Tahun 2010 diprediksi sebagai momentum kebangkitan sektor properti oleh sejumlah pengamat dan pengembang di tanah air. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir sektor ini mengalami perkembangan yang pesat.
Itu tak lain karena beberapa faktor, seperti suku bunga perbankan, kondisi makro ekonomi dan daya beli masyarakat yang semakin kuat. Belum lagi dibukanya kemudahan bagi warga negara asing untuk
“Jadi, hampir semua sub sektor properti mulai dari perkantoran, ritel, dan hunian mengalami perbaikan pada awal berakhirnya krisis ekonomi dunia 2009 lalu,” kata Direktur Riset dan Konsultan Procon Savills, Utami Prastiana.
Tak hanya itu, rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15 persen oleh pemerintah pada bulan April mendatang pun ditengarai tidak akan mempengaruhi sektor properti di Indonesia. Itu sebabnya Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa berharap agar para pengembang tetap membangun perumahan bagi masayarakat berpenghasilan menengah (MBM) dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), karena dua sektor perumahan ini tidak mengalami kenakan TDL. “Saya menilai adanya rencana kenaikan TDL untuk sementara tidak berdampak pada sektor properti,” ujar Menpera. Karena, rencana kenaikan TDL hanya diperuntukkan bagi properti yang memiliki KVA tertentu yakni properti atau perumahan yang memiliki KVA di atas 900 KVA. Sedangkan untuk perumahan MBM dan MBR tidak mengalami kenaikan TDL. “Perumahan untuk MBR dan MBM biasanya memiliki KVA di bawah KVA 900 watt yakni sekitar 450 watt. Tentunya perumahan tersebut tidak terkena dampak kenaikan TDL” tandasnya.
Selain itu, memasuki tahun 2010 lalu pemerintah tampak mulai serius mendorong sektor perumahan dan pemukiman. Indikatornya, Kantor Kementrian Perumahan Rakyat (Kemenpera) beberapa waktu lalu telah menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau proses perijinan. Sehingga tercipta efisiensi waktu dan biaya pengurusan dokumen perijinan.
Belum lagi, kabar tentang dikucurkannya dana sekitar Rp 100 Miliar oleh Kemenpera kepada Perum Perumnas selaku BUMN perumahan lewat Medium Term Note ( MTN ) untuk membantu MBR memiliki tempat tinggal. Dengan demikian, secara keseluruhan bisa dikatakan pangsa pasar hunian akan semakin diminati. Dan, para pengembang pun semakin semangat untuk menelurkan beragam proyek dan tipe hunian baru, baik di Jabodetabek maupun luar Jabodetabek seperti Surabaya, dan Bali.
Prospek Baru Proyek Maju
Indikasi pulihnya sektor properti pasca krisis global hingga kuartal terakhir tahun lalu, menjadikan permintaan hunian residensial cenderung membaik. Tak heran bila sejumlah pengembang tengah bersiap-siap meluncurkan proyek baru. “Penjualan rumah akan meningkat. Kalau pada 2009 transaksinya hanya sekitar Rp 30 triliun , tahun 2010 kemungkinan bisa mencapai Rp 34 triliun,” ungkap pengamat properti, Panangian Simanungkalit.
Prospek penjualan perumahan dengan harga di bawah Rp 300 juta per unit di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) akan mencapai angka 150 ribu unit per tahun hingga sepuluh tahun ke depan. Sementara penjualan perumahan dengan harga sekitar Rp 300 juta per unit akan mencapai 60 ribu unit per tahun. Bekasi misalnya. Kawasan ini dinilai memiliki prospek yang terus tumbuh dan dianggap mempunyai ceruk pasar yang besar lantaran permintaan pasarnya
tetap tinggi, sehingga membuat para pengembang terus melakukan ekspansi membangun pelbagai proyek.
Tak hanya itu, kawasan luar pulau juga menjadi sasaran pengembang. Sebut saja seperti Surabaya. Maraknya pembangunan perumahan disini, merangsang orang untuk membeli rumah. Apalagi, dengan adanya dua konsentrasi pengembangan-yakni barat dan selatan. Kota legendaris yang kerap disebut kota pahlawan, sekarang ini boleh dibilang sudah menjadi kota metropolitan yang menandingi Jakarta.
Ekonomi dan industrinya berkembang dan berjalan karena didukung adanya kawasan industri yang berada di wilayah sekitarnya. Apalagi, kawasan ini memang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat sebagai sasaran bagi pengembangan industri di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Selain itu, perkembangan industri ini juga akan berdampak pada sektor properti khususnya perumahan. Para pekerja yang mencari nafkah di sektor industri ini tentunya membutuhkan rumah, termasuk juga orang-orang yang bekerja di luar bidang industri, atau orang-orang yang ingin berinvestasi. Hal inilah yang mendasari para pengembang untuk membangun perumahan di sana.
Lagi-lagi, memang pertumbuhan penduduk dan pulihnya daya beli masyarakat menjadi penopang pesatnya bisnis properti residensial. Saat ini saja, sepanjang 2007-2020 pertumbuhan penduduk Jabodatabek diperkirakan akan mencapai 8,1 juta jiwa. Artinya, untuk menampung pertambahan penduduk sebanyak 8,1 juta jiwa itu, dibutuhkan rumah setidaknya 2,1 juta unit.
“Rumah menengah dengan harga sekitar Rp 300 jutaan akan bangkit tahun ini. Pengembang yang selama ini mulai meninggalkan segmen ini juga akan kembali terjun masuk membangun proyek kelas menengah, apalagi kalau bunga KPR bisa turun sampai di bawah 10 persen,” papar Panangian lebih lanjut.
Intinya, bergairahnya sektor properti pada saat kini membuat investor dan konsumen semakin leluasa menentukan pilihan yang sesuai keinginannya. Entah karena untuk meningkatkan kualitas hidup atau memang tengah menjadi simbol prestise masa kini.